Saturday, January 10, 2009

untitled (12)

Jakarta, 2006

aku ini hanyalah bayang semu kehidupan.
sedangkan hidup itu sendiri ialah kumparan bayang semua dari segerombol karbon hidup yang tiap hariannya jalani rutinias panjang.
seolah ingin pecah sudah kebosanan yang terkukung karena kehampaan tak berbatas dalam harian hidupku.
selalu hak yang sama bercokol menggelayut ditiap sendi tubuh dan jiwaku, lahirkan kejemuan dasyat yang sombong karena kerap ingin tunjukkan eksistensinya dengan ke intensitasan nya serang aku.
cuh!
aku jadi jijik dengan diriku sendiri yang selalu sibuk bercuap tentang perubahan, tetapi tetap tak punya perubahan. tetap rutinitas panjang membosankan yang selalu sama ditiap detik perjalananku.
kebosanan yang terkombinasi manis dengan sepi seolah tak habisnya gerogoti aku. meluluh lantakkan tiap gerakku yang seakan hanya kehampaan tak bermakna dan tak berarti.
terus- terusan aku diserang segala dera sampai kini aku seakan mati rasa, kebal akan tiap rasa kecuali sepi dan hampa.
semakin hampa karena kini tiap harianku tanpa emosi.
semakin bosan karena kini tiap harianku hanya berisi kedataran yang kosong. hampa. dan malas.
kedataran ini seakan timbulkan euforia baru yang semu karena ternyata aku tak hanya tidak mampu merasakan pedih, tapi juga tak mampu lagi rasakan manis hidup.
aku kini hanya mampu tatap nanar kedepan, menonton tiap insan yang mempertunjukkan ceria ingar bingar hidup sambil terus- terusan menerbangkan rasa yang tak bisa lagi kurasakan ke awang- awang 'tuk ikut berdesakkan meramaikan suasana.
bosannya aku ini dengan jajaran rutinitas panjang hidup norak yang terus tuntun aku tenggelam sibuk tetap dengan segala kekonstanan yang sama. stagnan.
hanya ini jalanku. caraku tunjukkan berontakku. cara lepas diri dari hampa.
dan hanya inilah tempatku tak lagi merasa hampa karena kehampaan ini nampaknya bisa jadi hiburan untuk kalian... [rei]

untitled (11)

Jakarta, 2006

mataku kembali berkeliar liar merajai tiap sudut sempit kubus tempat kuberkubang.
kubangan paling mewah yang pernah ada dengan berjuta- juta kenangan terukir dan terekat cantik di dalamnya.
kembali aku terbengong sendiri dalam kamar gelapku ini.
mohon kantuk datang sergap aku.
bukan kantuk yang datang, tapi malah segala kenang yang berseliweran di hadapanku.
seolah- olah menggoda aku yang haus akan cantiknya hidup yang terpampang manis dalam tiap kenang di tiap sudut kamarku.
kesunyian malamku seolah menghantarku menejmput pagi saat kusadari hari telah berganti tanpa terselingi istirahat mata yang telah lelah menatap.
hhh....
hanya minta kantuk datang saja begitu sulitnya.
sampai- sampai aku mulai frustrasi karena kantuk tak kunjung berkunjung.
jadi sekarang ini aku menulis.
kembali menulis cerita tentang "aku".
seseorang pernah berkata bahwa aku hanya menulis tentang aku,
dari sudut pandang milikku,
juga dengan gaya bahasaku.
Dengan sangat jelas aku menyadari hal itu karena sebenarnya topik tentang akulah yang paling kukuasai, topik tentang diriku yang tak punya banyak kisah untuk dibagikan inilah yang paling kumengerti.
karena pada kenyataannya,
semua tulisan yang terhasil dari tarian gemulai jemariku di atas lemabar putih ini hanyalah sebuah curahan hati yang terpublikasi dan kebetulan dibumbui kata pengindah.
sama halnya dengan yang satu ini.
semua ini hanyalah curahan hatiku yang terangkai cantik dengan kalimat- kalimat pemanis.
dengan sibuknya jemariku berlenggang,
tetap tak hasilkan kantuk.
lemas oleh kedepresian kronis karena tak dapatkan kantuk buatku memutuskan 'tuk hentikan saha tulisanku ini.
biarlah jadi menggantung,
mengambang...
biar mata dan otak para penikmat kisah ini penasaran dan nagih tiap kisahku tentang mohonku supaya kantuk datang. [rei]

untitled (10)

Jakarta, 2006

pangeran gelap kembali lintasi sepi hariku,
coba tak usik hati yang terbuai keramaian semu
jiwa yang porak poranda.
berlenggang dengan kereta bintang,
dan tak lupa putri bulan mendampingi.
berlenggang lambat,
dalam harianku
yang tak sabar ' kan datangnya raja sinar agung
dengan kereta awan dan ratu mentari menemani.

asaku melayang terbang,
sampaikan pada pesuruh langit 'tuk percepat laju kereta waktu
supaya ikut hilang cepat senyapku.

terbang melaju ke permadani atas langit
sepiku yang nista buat keping jiwaku terhambur tak beratur
tercerabut dalam kubangan sepi nista yang buat tubuh nyata tak lagi dapat nikmati datangnya pangeran malam
atau sambut raja sinar.

sepi siksaku,
buatku tak lagi nikmati jajaran jalan panjang rutin yang selalu menanti 'tuk dilewati.

enggan lagi kurasa siksa yang begitu jahat.
oleh karenanya,
tarik renggutlah rantai siksa berlabel sepi ini
agar dapat lagi kunikmati jajaran kehidupan,
harumnya air mata langit,
manisnya embun,
cantiknya putri bulan,
dan takjubnya ratu matahari. [rei]

untitled (9)

Jakarta, 2006


Bagitu banyak hal- hal yang kontradiksi di dunia ini. Bagitu banyak hal- hal yang inappropriate di dunia ini. Dan begitu banyak hal- hal yang saling bertentangan tapi tercerabut jadi satu. Menyatu dengan sebuah jembatan bernama moderenisasi dengan wujud manusia sebagai budak.

Hal ini dikatakan sebagai akulturasi dan asimilasi oleh sebagian orang. Atau yang lebih mudah dimengerti, hal ini dikatakan sebagai pencampuran kultur- kultur budaya serta kebiasaan. Tapi kalau bagiku, itu semua ngga lebih dari sekedar topeng- topeng kesombongan.

Ya, atau bisa juga hal ini disebabkan oleh rasa toleransi yang sok ditumbuhkan dalam diri kita semua sehingga banyak hal yang saling bertentangan bisa bertengger aman dalam diri kita.

Contoh nyata kudapatkan tepat di hadapanku. Dimana aku melihat beberapa tante- tante baru pulang nge-gym lagi ngobrol sama personal trainer berbody mantap alias berotot sambil ngebul ngga berenti dan minum bir. What a life, huh? Oke, biar kujelaskan kenapa hal ini kukatakan sebagai pertentangan yang tercerabut jadi satu.

Pertama, saya mau bertanya apa sih gunanya kita fitness? Apa sih gunanya kita olah raga? Apa sih gunanya tiap berapa minggu sekali kita menyempatkan diri ke gym? Mungkin untuk sebagian orang, ini bagian dari life style... Tapi pada kenyataan sebenarnya, olah raga itu untuk kesehatan kan?

Lalu yang kedua, saya yakin semua orang menyadari, mengerti, memahami dan tahu betul bahwa rokok dan bir ataupun minuman yang mengandung alkohol itu jauh sekali dari yang namanya tubuh sehat, kesehatan.

See? Got the point?

Hal seperti inilah yang saya maksudkan sebagai kontradiksi dalam diri atau yang lebih saya suka sebut sebagai pertentangan yang tercerabut jadi satu.

What i’m tryin’ to say, betapa uniknya fenomena yang terjadi dalm kehidupan. Kalau udah begini, saya jadi berpikir, kalo hal yang sangat bertentangan aja bisa jadi satu di dalam penampang otak kita, kenapa dalam tampak nyata kita selalu tidak bisa menerima perbedaan dan pertentangan?

..Sebegitu egoiskah makhluk- makhluk yang menamakan diri mereka manusia? Memanjakan diri dengan kebiasaan hedonis, hanya terus- terusan mencari kepuasan diri serta pembenaran diri tanpa pernah mau menyadarkan diri dengan keidealisan tiap manusia?

Saya jadi kembali berpikir, mungkin inilah yang menjadi inti permasalahn tiap perkara di setiap sudut muka bumi. Dan inilah inti dari ke-chaos-an. Hal ini juga membuktikan bahwa benar adanya kalau manusia itu adalah chaos addict. Karena pada kenyataannya, pola pikir mereka dan pola tindak merekalah yang menyebabkan muncul dan terjadinya chaos.

Perbincangan seru sedang terjadi dalam otakku yang membuat tanganku sibuk ngga karuan sampai- sampai meninggalkan capuccino ku yang masih setengah gelas jadi dingin dan anyep.

Well, mungkin wujud chaos sebenarnya bukanlah panas seperti apa yang selama ini kuyakini. Tapi dingin. Dingin karena manusia- manusia seakan stop berinteraksi dengan yang lain dan hanya berinteraksi dengan otak dan hatinya sendiri coba menangkan ego masing- masing yang menyebabkan terjadi gesekan- gesekan, sentuhan- sentuhan, singgungan- singgungan bahkan ledakan- ledakan besar yang kembali bikin manusia yang tadinya berwujud chaos addict jadi makhluk sok idealis yang sok berusaha memperbaiki dunia padahal ngga bisa apa- apa kecuali bikin dunia tambah gila dan hancur.

Stop... stop... aku memerintahkan otak dan tangan untuk berhenti sesaat. Lalu aku berhenti...

Jeda...

Sedetik, dua detik, aku kembali menyesap capuccino ku yang sekarang udah bener- bener dingin. Meneguknya sampai habis. Hoeks... perutku bergejolak seakan ingin menolak, sama seperti perasaan saat apa yang kita yakini terkalahkan oleh sesuatu yang sebenernya lebih baik, tapi kita tetap yakin bahwa keyakinan kitalah yang benar. Untuk sebagian orang, itu dinamakan keegoisan, sebagian lagi bilang itu natural, tapi kalau bagiku semua itu adalah kesombongan masa muda yang indah...

Dan saya jadi menyadari satu hal. Bahwa bagi sebagian orang, semua hal yang tadi saya paparkan di atas adalah sebuah kesombongan yang indah. Sisa- sisa gengsi yang kita pertahankan demi dongkrak harga diri dihadapan orang- orang lain yang tak akan pernah memandang apa yang tak punya tingkatan atau level, karena tiap orang dibesarkan dalam buaian indah permainan yang memperkenalkan tingkatan level untuk mencapai life goal atau game over... [rei]
 
Header Image by Reigina Tjahaya